Monday, November 30, 2009

Konsep Pengelolaan Lingkungan Sekolah (Green School )

Secara harfiah Green school berarti sekolah hijau, namun sebenarnya
memiliki makna yang lebih luas dari arti harfiahnya. Green school bukan hanya
tampilan fisik sekolah yang hijau/rindang, tetapi ujud sekolah yang memiliki
program dan aktivitas pendidikan mengarah kepada kesadaran dan kearifan
terhadap lingkungan hidup. “Sekolah hijau” yaitu sekolah yang memiliki
komitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk
menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktifitas sekolah.

kalo mau baca lebih lanjut, download aja filenya, formatnya pdf kok.
downloadnya gampang tinggal klik DISINI

Pentingnya Sekolah Hijau



Saat pelajaran berlangsung di sekolah, terlihat semua murid memperhatikan semua pelajaran yang di berikan oleh guru, sampai salah satu murid nyeletuk "duh nyalain ac atuh panas banget nih, ga konsen" dan semua murid di kelas pun tertawa, dan kemudian bercanda hingga lupa dengan pelajaran tadi.

Nah, kira - kira itu lah yang terjadi jika terasa panas di kelas saat pelajaran berlangsung, kenapa bisa terasa panas ? itulah pertanyaan yang banyak di pertanyakan orang, jawabanya mudah, bisa terasa panas dan sumpek adalah karena kurangnya ruang terbuka hijau di sekolah, semakin sedikitnya ruang terbuka hijau akan semakin berkurangnya oksigen yg dihasilkan dan jika kurangnya oksigen, udara akan terasa panas dan sumpek.

Dalam masalah ini, kita mempunyai banyak jalan keluar, salah satunya adalah memperbanyak tanaman hijau di sekolah, yaitu dengan cara :
- para siswa - siswi dianjurkan membawa satu tanaman untuk di tanam di sekolah
- jika sudah ada tanaman di sekolah, siswa - siwi di wajibkan untuk merawatnya
- memperbanyak ruang terbuka hijau
kira - kira begitulah tips - tips nya.

Oleh karena itu, Program Green School atau Sekolah Hijau sangat dibutuhkan, keuntungan dari program sekolah hijau adalah:
- sekolah akan terasa nyaman
- akan konsentrasi dalam belajar karena suasana nyaman sekolah
- lebih sehat

Dan kerugian jika tidak mengadakan program Green School adalah :
- sekolah akan terasa tidak nyaman, gersang, panas
- kurangnya konsentrasi belajar, karena suasana sekolah yg tiak nyaman
nah, gimana ? tunggu apa lagi ? bikin sekolah kamu senyaman kamu berada di rumah.

Dari Guru Menuju 'Sekolah Hijau'

Koran Tempo - 03 Agustus 2009

Ngatiman sibuk mengorek-ngorek tumpukan daun, batang, dan sisa sayuran yang ada di kotak sampah. Di sebelahnya ada kotak berisi sampah yang telah hancur dan menjadi kompos. Rekan-rekannya yang lain ikut memilah sampah. Ada pula yang menyobek-nyobek kertas tidak terpakai dan menghancurkannya dengan blender. Mereka latihan membuat daur ulang kertas bekas.

Ngatiman, guru SD Negeri Semper, Jakarta Utara, dan rekan-rekannya sedang mengikuti pelatihan pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat. Pelatihan yang diadakan UNESCO dan Komunitas Lingkungan Hidup Kampung Banjarsari itu diikuti oleh 100 guru dari 50 sekolah dasar di Jakarta. Dinas Pendidikan Provinsi Jakarta yang menentukan sekolah negeri dan swasta bertaraf nasional yang menjadi peserta.

Pelatihan ini jadi unik karena diadakan di Kampung Banjarsari yang terletak di Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan. "Selain teori, kami langsung praktek membuat kompos. Akan saya ajarkan kepada murid-murid," kata Ngatiman pada 24 Juli lalu. Ibrahim, peserta lain, bertekad membuat green school di SD Wijaya Kusuma Grogol, Jakarta Barat. "Pada setiap apel pagi akan saya tanamkan," ujarnya.

Selama ini ada materi Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta bagi siswa sekolah dasar. Namun, pelajaran muatan lokal tersebut lebih banyak pada pengenalan budaya Betawi. Kebanyakan kepala sekolah melakukan bersih-bersih menjelang penilaian lomba lingkungan hidup. Atasan mereka yang mendorong dan menyediakan pot-pot tanaman untuk menang dalam kompetisi tersebut.

Menurut Rhampini Suryani, Science Policy & Sustainable Development Unit UNESCO, pelatihan ini merupakan pilot project. Pihaknya ingin memberi penyadaran kepada siswa sekolah dasar tentang lingkungan hidup di sekitarnya. Pendidikan lingkungan, kata dia, harus mulai diberikan sejak usia dini. "Kali ini kami latih terlebih dulu para kepala sekolah dan guru," ujarnya.

Kampung Banjarsari sengaja dipilih karena warga di lingkungan ini sudah lama mempraktekkan budaya sehat. Ada pemilahan sampah dan pembuatan kompos, pepohonan yang membuat jalan jadi teduh, serta para warga aktif dalam kelompok lingkungan hidup. Sejak 1996, UNESCO merancang program pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat. Kampung Banjarsari menjadi salah satu pilot project yang pertama. Pemerintah Provinsi Jakarta akhirnya menjadikan Kampung Banjarsari sebagai salah satu tempat tujuan wisata komunitas.

Mulai 2005, kampung ini menyelenggarakan pelatihan pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat. Setiap peserta dipungut biaya Rp 60 ribu untuk kursus dari pukul 09.00 hingga 16.00. Peserta mendapat makan siang dan bahan-bahan pembuatan kompos. Instruktur pelatihan ini adalah warga Banjarsari antara lain Nuning Wirjoatmodjo, Trisnanto, Agustin Rianto, dan Kwarta Sari Rifai. Nuning yang jadi pengurus Gerakan Pramuka, mendapat anugerah Kalpataru 2009 tingkat Jakarta untuk kategori Pembina Lingkungan.

Para guru dari lima wilayah Jakarta dibagi ke dalam empat kelompok. Masing-masing kelompok mengikuti pelatihan selama dua hari di rumah keempat instruktur. Pada hari pertama mereka mendapat pemahaman program dan pemilahan hingga pengomposan. Materi lain tentang konsep 4 R atau reduce (menghemat pemakaian), reuse (memakai ulang), recycle (mendaur ulang), dan replant (menanam kembali). Peserta juga mendapat makanan dan minuman sehat seperti sirup belimbing sayur, air jahe, dan lainnya.

Selain teori, peserta praktek dengan bahan dan alat peraga yang tersedia. "Kami ajarkan metode wayang lingkungan," kata Nuning. Tokoh wayang adalah hewan-hewan di darat dan laut serta pepohonan yang terbuat dari kardus bekas. Untuk memainkannya, digunakan bekas pohon pisang. Menurut Nuning, wayang ini buatan seniman dari Magelang.

Pada hari kedua, peserta mendapat materi green school dan perubahan iklim. Materi perubahan iklim disampaikan oleh Untung Widyanto, presenter The Climate Project yang dua pekan lalu mengikuti Al Gore's Climate Change Leadership Program di Melbourne, Australia. "Pembusukan sampah menghasilkan metana, salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan global," ujar Untung Widyanto pengurus Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. Setelah itu, peserta mengunjungi SMA 34 di Pondok Labu yang telah menerapkan green school atau sekolah ramah lingkungan.

"Penerapan green school menuntut perubahan pola pikir dan perilaku kepala sekolah dan guru," kata Nuning, yang pada 1981-2004 menjadi karyawan UNESCO. Program yang dapat dilakukan sekolah antara lain pemilahan sampah, penghijauan (termasuk tanaman obat), pengomposan, mendirikan pusat daur ulang, penghematan pemakaian listrik dan air, membuat papan berita lingkungan, dan kerja sama dengan pemulung tepercaya.

Kantin sekolah, menurut dia, juga harus dilibatkan dengan menyediakan makanan sehat dan peralatan yang ramah lingkungan. Kantin ini harus di bawah pengawasan kepala sekolah atau guru yang ditunjuk. Kini Nuning menjadi tempat bertanya 100 guru yang telah mengikuti pelatihan. Termasuk Ibrahim yang ingin menerapkan green school di sekolahnya.

SUMBER

Sekolah Yang Bersih Dan Hijau



"Our School is Green School??? Yes, SMK Negeri 4 Bandung is green school, bloomy and clean, the intention our school this very caring to area hygiene, our school its proof there is environment subject, where we are given science about how ought to which we do to nature. In our school many there is ash cans so that no garbage scattering because act of the lazy students throws away garbage because the far ash can..."

Tulisan di majalah online itu masih dilengkapi ilustrasi foto halaman kecil di depan teras kelas sekolah yang berumput dengan bunga ditata simetris dan dipangkas rapi di tengah dan di pinggir taman. Tentu saja penulisnya (mungkin salah seorang siswa) ingin menyampaikan kebanggaan terhadap kondisi sekolahnya yang hijau, berbunga, bersih, dan sehat, termasuk tidak ada sampah berserakan karena tersedia banyak tempat sampah.

Ya, kondisi hijau dan bersih memang tidak hanya di sekolah itu. Beberapa tahun ini, terutama setelah isu global warming menjadi perhatian, penghijauan dan lingkungan menjadi topik pembicaraan banyak pihak. Ibu negara kita ketika melakukan pencanangan program "Indonesia Hijau dan Bersih" pada bulan Mei tahun lalu juga mengingatkan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Tak terkecuali lingkungan sekolahan. Konon kondisi bersih dan sehat akan membuat siswa belajar dan berprestasi.

Kota Bandung pun tidak ingin ketinggalan. Setelah sempat menjadi "lautan" sampah, Pemerintah Kota Bandung mencanangkan Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai muatan lokal di sekolah. Entah berapa sekolah di Kota Bandung saat ini yang sudah menerapkan kurikulum tersebut. Beberapa sekolah nyatanya mendapat penghargaan atas upaya mereka menjadikan sekolah yang hijau dan bersih.

Artinya, sudah ada beberapa sekolah lain yang juga mengembangkan program sekolah hijau, bersih, dan sehat seperti digambarkan dalam kutipan di awal tulisan ini. Lalu apa lagi yang dibutuhkan? Dalam majalah online (Silahan sempatkan mampir jika Anda browsing di internet). Dalam majalah itu siswa menyatakan bahwa mereka berpikir agar perangkat teknologi tidak digunakan untuk merusak lingkungan. Perangkat teknologi dapat dijadikan sebagai solusi untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan.

Inilah sebenarnya yang perlu menjadi perhatian penting dalam program sekolah hijau, bersih, dan sehat. Siswa tidak hanya menikmati kondisi fisik sekolah yang hijau, bersih, dan sehat, meskipun itu juga penting. Program sekolah hijau, bersih, dan sehat seharusnya memberikan siswa kesempatan untuk mengeksplorasi serta menganalisis berbagai pengalaman agar menjadi bahan bagi perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku baru untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan situasi yang lebih luas.

Perlu komitmen

Sudah kadung sekolah dianggap sebagai lembaga sosial yang diakui menjadi penyelenggara pendidikan. Sekolah mempunyai tanggung jawab meneruskan tujuan pendidikan sebagai sebuah pranata sosial untuk mengembangkan peserta didik menjadi subjek yang mampu mengubah realiatas eksistensialnya. Manusia harus bisa mengenali lingkungan sekitarnya dan harus menggunakan potensi-potensi yang ada untuk kehidupannya dan kelanjutan kelestariannya untuk generasi selanjutnya.

Dalam konteks program sekolah hijau, bersih, dan sehat, setidaknya sekolah diharapkan mencakup upaya untuk menanamkan kesadaran berperilaku hidup bersih dan sehat secara kritis dan kreatif. Siswa berkesempatan untuk memahami berbagai persoalan lingkungan. Diharapkan ketika berada di luar lingkungan sekolah, mereka akan menerapkan hidup bersih dan sehat seperti saat di sekolahnya. Bahkan bukan tidak mungkin, para siswa tersebut menjadi pelopor dan contoh bagi warga di lingkungannya.

Sayang sekali, pada sebagian sekolah yang mendapat predikat sekolah hijau dan menerapkan muatan lokal materi pelajaran lingkungan hidup masih berkutat pada penataan fisik sekolah masing-masing. Pendidikan lingkungan hanya disampaikan sebagai pengetahuan semata. Guru masih terkungkung dalam pembelajaran ruangan kelas dengan buku sebagai bahan utama. Ada pula yang kemudian menyempitkan pendidikan lingkungan menjadi pendidikan menanam pohon saja.

Padahal pendidikan lingkungan sendiri memberikan peluang bagi proses pembelajaran yang berorientasi pada komunitas lokal. Banyak potensi yang ada di lingkungan sekitar sekolah maupun lokasi permukiman siswa yang dapat menjadi bahan ajar pendidikan lingkungan, baik sumber daya lingkungan fisik maupun sumber daya manusia.

Penggunaan sumber daya lokal dapat mempertinggi nilai dan memperluas kurikulum sekolah. Sumber daya komunitas lokal dapat membantu sekolah dan guru untuk mengajar lebih efektif dengan cara memberikan motivasi kepada siswa, membantu siswa mencapai tujuan pembelajarannya, dan menghubungkan langsung siswa dengan model-model peranan dan situasi "kenyataan hidup" untuk menerapkan pola hidup hijau, bersih, dan sehat.

Siswa dapat terlatih untuk memahami berbagai potensi untuk mendorong maupun dan faktor penghambat dalam penerapan hidup hijau, bersih, dan sehat. Mereka berkesempatan untuk belajar melakukan analisis terhadap aspek yang terkait dengan lingkungan. Siswa mendapat kesempatan untuk berpikir kritis. Mencari akar dari masalah secara menyeluruh. Selain itu, siswa juga belajar untuk kreatif mencari solusi masalah yang dihadapi maupun mencapai harapan yang dicita-citakan.

Di sisi lain, peran guru dalam proses belajar-mengajar juga masih dominan sebagai pengajar. Peran guru sebagai fasilitator rupanya lebih banyak sebagai wacana. Pendidikan lingkungan secara kritis akan berjalan dalam proses pembelajaran dialogis. Guru dan siswa berdiskusi dan saling menghargai keberagaman pengalaman.

Meskipun bukan sesuatu yang rumit, tentu tidaklah mudah mewujudkan sekolah hijau yang sesungguhnya karena tidak sekadar lingkungan fisik hijau dan bersih yang terlihat. Namun lebih pada terbangunnya kesadaran lingkungan warga sekolah yang tercermin dalam perilaku keseharian sebagai tuntutan peningkatan mutu hidup.

Perwujudan sekolah hijau adalah sekolah yang memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan dalam seluruh aktivitas sekolah. Isu lingkungan bukanlah isu yang dapat disekat menjadi mata pelajaran maupun kegiatan ekstrakurikuler.

Untuk mencapai perwujudan program sekolah hijau, bersih, dan sehat yang ideal perlu ada refleksi terhadap berbagai kegiatan yang sudah berjalan selama ini. Pekerjaan rumah pertama adalah merubah paradigma pendidikan di sekolah yang terlalu berorientasi pada aspek kognitif. Kesadaran lingkungan memerlukan pendekatan proses pembelajaran yang melibatkan sikap dan perlilaku sebagai kompetensi yang harus dicapai.

Sekolah juga perlu kreatif mengembangkan pendidikan lingkungan menjadi nilai-nilai yang terintegrasi dalam mata pelajaran lain. Sama halnya dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan gender, hak asasi manusia (HAM), pendidikan lingkungan merupakan nilai-nilai yang dapat diberikan lintas mata pelajaran. Terlebih lagi dengan beban kurikulum yang diberikan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada sekolah.

Sekolah hijau, bersih, dan sehat tidak lagi dapat diukur dari sekadar penataan fisik sekolah semata (sekali lagi meskipun hal ini penting). Partisipasi dan keterlibatan siswa untuk mengembangkan pemikiran kritis dan kreatif dalam lingkungan komunitas sebenarnya justru menjadi kontribusi utama dari pendidikan untuk menciptakan manusia yang berpihak pada pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Apa pun peran yang akan dimainkan mereka di masa mendatang.

Dengan perubahan pendidikan seperti inilah, setidaknya kita mempunyai harapan agar negara kita tidak mengulangi berbagai kesalahan penanganan lingkungan di masa lalu. Kita pun bisa bermimpi menyaksikan Indonesia yang tetap hijau, bersih, dan sehat.

SUMBER

Friday, November 13, 2009

Gerakan Disiplin Sekolah





DISIPLIN SEKOLAH

DISIPLIN DAN TATA TERTIB SEKOLAH merupakan pedoman bagi sekolah untuk menciptakan susana sekolah yang aman dan tertib sehingga akan terhindar dari kejadian-kejadian yang bersifat negatif. Hukuman yang diberikan ternyata tidaklah ampuh untuk menangkal beberapa bentuk pelanggaran, malahan akan bertambah keruh permasalahan
• Pelajari kemunduran untuk menempuh jalan ke arah kebersihan.
• Jangan sekali-kali menyalahkan nasib buruk.
• Gabungkan ketekunan dan eksperimen-eksperimen baru.
• Ingat, bahwa dalam setiap situasi selalu ada segi baik dan positif. Temukan segi positif itu dan buang keputusasaan.
Keempat pedoman di atas dapat kita pakai untuk menindaklanjuti jika terjadi pelanggaran terhadap disiplin dan tata tertib sekolah.
Menangkal perkelahian antarsekolah/tawuran antar pelajar
• Sekolah menyediakan media penyaluran bakat, minat, dan kelebihan potensi peserta didik. Karena peserta didik mempunyai potensi atau kelebihan energi dan memerlukan penyaluran, maka kebutuhan bidang-bidang olahraga, seni, dan kreativitas umum perlu diciptakan.
• Di sekolah perlu dibentuk tim-tim olahraga dan seni maupun kegiatan ekstrakurikuler yang lain. Beberapa bidang yang dapat digunakan untuk penyaluran bakat/minat itu misalnya pramuka, karang taruna, cinta alam, dan PMR.
• Sekolah membuat program-program yang memberikan peluang kepada peserta didik untuk menuangkan prestasi dan kreasi. Majalah dinding, majalah sekolah, lomba sepak bola, voli, tenis meja, bola basket diatur sedemikian rupa sehingga para peserta didik merasa memperoleh penyaluran kelebihan tenaga mereka. Bidang seni teater dan musik digalakkan agar peserta didik mendapat tempat untuk bereksistensi sesuai dengan jiwa muda mereka.
• Pihak antarsekolah yang berdekatan sebaiknya membentuk ikatan atau persatuan pengurus OSIS. Dari banyak pengurus OSIS di sekolah itu kemudian dibentuk sebuah ikatan kepengurusan pada tingkat kota/kabupaten. Tugasnya agar saling menciptakan iklim ketentraman bersama, menjalin kerukunan antarsekolah sekaligus menjadi penengah bila terjadi perkelahian antarsekolah.
• Dilakukan suatu kegiatan program bersama. Misalnya digelar sebuah pentas teater yang diperankan oleh tiap-tiap sekolah.
• Mengadakan kegiatan secara terpadu dalam rangka memperingati hari-hari besar, misalnya hari bebas rokok dan diadakan dialog antar pelajar yang mewakili tiap-tiap sekolah.