Monday, November 30, 2009

Sekolah Yang Bersih Dan Hijau



"Our School is Green School??? Yes, SMK Negeri 4 Bandung is green school, bloomy and clean, the intention our school this very caring to area hygiene, our school its proof there is environment subject, where we are given science about how ought to which we do to nature. In our school many there is ash cans so that no garbage scattering because act of the lazy students throws away garbage because the far ash can..."

Tulisan di majalah online itu masih dilengkapi ilustrasi foto halaman kecil di depan teras kelas sekolah yang berumput dengan bunga ditata simetris dan dipangkas rapi di tengah dan di pinggir taman. Tentu saja penulisnya (mungkin salah seorang siswa) ingin menyampaikan kebanggaan terhadap kondisi sekolahnya yang hijau, berbunga, bersih, dan sehat, termasuk tidak ada sampah berserakan karena tersedia banyak tempat sampah.

Ya, kondisi hijau dan bersih memang tidak hanya di sekolah itu. Beberapa tahun ini, terutama setelah isu global warming menjadi perhatian, penghijauan dan lingkungan menjadi topik pembicaraan banyak pihak. Ibu negara kita ketika melakukan pencanangan program "Indonesia Hijau dan Bersih" pada bulan Mei tahun lalu juga mengingatkan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Tak terkecuali lingkungan sekolahan. Konon kondisi bersih dan sehat akan membuat siswa belajar dan berprestasi.

Kota Bandung pun tidak ingin ketinggalan. Setelah sempat menjadi "lautan" sampah, Pemerintah Kota Bandung mencanangkan Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai muatan lokal di sekolah. Entah berapa sekolah di Kota Bandung saat ini yang sudah menerapkan kurikulum tersebut. Beberapa sekolah nyatanya mendapat penghargaan atas upaya mereka menjadikan sekolah yang hijau dan bersih.

Artinya, sudah ada beberapa sekolah lain yang juga mengembangkan program sekolah hijau, bersih, dan sehat seperti digambarkan dalam kutipan di awal tulisan ini. Lalu apa lagi yang dibutuhkan? Dalam majalah online (Silahan sempatkan mampir jika Anda browsing di internet). Dalam majalah itu siswa menyatakan bahwa mereka berpikir agar perangkat teknologi tidak digunakan untuk merusak lingkungan. Perangkat teknologi dapat dijadikan sebagai solusi untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan.

Inilah sebenarnya yang perlu menjadi perhatian penting dalam program sekolah hijau, bersih, dan sehat. Siswa tidak hanya menikmati kondisi fisik sekolah yang hijau, bersih, dan sehat, meskipun itu juga penting. Program sekolah hijau, bersih, dan sehat seharusnya memberikan siswa kesempatan untuk mengeksplorasi serta menganalisis berbagai pengalaman agar menjadi bahan bagi perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku baru untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan situasi yang lebih luas.

Perlu komitmen

Sudah kadung sekolah dianggap sebagai lembaga sosial yang diakui menjadi penyelenggara pendidikan. Sekolah mempunyai tanggung jawab meneruskan tujuan pendidikan sebagai sebuah pranata sosial untuk mengembangkan peserta didik menjadi subjek yang mampu mengubah realiatas eksistensialnya. Manusia harus bisa mengenali lingkungan sekitarnya dan harus menggunakan potensi-potensi yang ada untuk kehidupannya dan kelanjutan kelestariannya untuk generasi selanjutnya.

Dalam konteks program sekolah hijau, bersih, dan sehat, setidaknya sekolah diharapkan mencakup upaya untuk menanamkan kesadaran berperilaku hidup bersih dan sehat secara kritis dan kreatif. Siswa berkesempatan untuk memahami berbagai persoalan lingkungan. Diharapkan ketika berada di luar lingkungan sekolah, mereka akan menerapkan hidup bersih dan sehat seperti saat di sekolahnya. Bahkan bukan tidak mungkin, para siswa tersebut menjadi pelopor dan contoh bagi warga di lingkungannya.

Sayang sekali, pada sebagian sekolah yang mendapat predikat sekolah hijau dan menerapkan muatan lokal materi pelajaran lingkungan hidup masih berkutat pada penataan fisik sekolah masing-masing. Pendidikan lingkungan hanya disampaikan sebagai pengetahuan semata. Guru masih terkungkung dalam pembelajaran ruangan kelas dengan buku sebagai bahan utama. Ada pula yang kemudian menyempitkan pendidikan lingkungan menjadi pendidikan menanam pohon saja.

Padahal pendidikan lingkungan sendiri memberikan peluang bagi proses pembelajaran yang berorientasi pada komunitas lokal. Banyak potensi yang ada di lingkungan sekitar sekolah maupun lokasi permukiman siswa yang dapat menjadi bahan ajar pendidikan lingkungan, baik sumber daya lingkungan fisik maupun sumber daya manusia.

Penggunaan sumber daya lokal dapat mempertinggi nilai dan memperluas kurikulum sekolah. Sumber daya komunitas lokal dapat membantu sekolah dan guru untuk mengajar lebih efektif dengan cara memberikan motivasi kepada siswa, membantu siswa mencapai tujuan pembelajarannya, dan menghubungkan langsung siswa dengan model-model peranan dan situasi "kenyataan hidup" untuk menerapkan pola hidup hijau, bersih, dan sehat.

Siswa dapat terlatih untuk memahami berbagai potensi untuk mendorong maupun dan faktor penghambat dalam penerapan hidup hijau, bersih, dan sehat. Mereka berkesempatan untuk belajar melakukan analisis terhadap aspek yang terkait dengan lingkungan. Siswa mendapat kesempatan untuk berpikir kritis. Mencari akar dari masalah secara menyeluruh. Selain itu, siswa juga belajar untuk kreatif mencari solusi masalah yang dihadapi maupun mencapai harapan yang dicita-citakan.

Di sisi lain, peran guru dalam proses belajar-mengajar juga masih dominan sebagai pengajar. Peran guru sebagai fasilitator rupanya lebih banyak sebagai wacana. Pendidikan lingkungan secara kritis akan berjalan dalam proses pembelajaran dialogis. Guru dan siswa berdiskusi dan saling menghargai keberagaman pengalaman.

Meskipun bukan sesuatu yang rumit, tentu tidaklah mudah mewujudkan sekolah hijau yang sesungguhnya karena tidak sekadar lingkungan fisik hijau dan bersih yang terlihat. Namun lebih pada terbangunnya kesadaran lingkungan warga sekolah yang tercermin dalam perilaku keseharian sebagai tuntutan peningkatan mutu hidup.

Perwujudan sekolah hijau adalah sekolah yang memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan dalam seluruh aktivitas sekolah. Isu lingkungan bukanlah isu yang dapat disekat menjadi mata pelajaran maupun kegiatan ekstrakurikuler.

Untuk mencapai perwujudan program sekolah hijau, bersih, dan sehat yang ideal perlu ada refleksi terhadap berbagai kegiatan yang sudah berjalan selama ini. Pekerjaan rumah pertama adalah merubah paradigma pendidikan di sekolah yang terlalu berorientasi pada aspek kognitif. Kesadaran lingkungan memerlukan pendekatan proses pembelajaran yang melibatkan sikap dan perlilaku sebagai kompetensi yang harus dicapai.

Sekolah juga perlu kreatif mengembangkan pendidikan lingkungan menjadi nilai-nilai yang terintegrasi dalam mata pelajaran lain. Sama halnya dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan gender, hak asasi manusia (HAM), pendidikan lingkungan merupakan nilai-nilai yang dapat diberikan lintas mata pelajaran. Terlebih lagi dengan beban kurikulum yang diberikan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada sekolah.

Sekolah hijau, bersih, dan sehat tidak lagi dapat diukur dari sekadar penataan fisik sekolah semata (sekali lagi meskipun hal ini penting). Partisipasi dan keterlibatan siswa untuk mengembangkan pemikiran kritis dan kreatif dalam lingkungan komunitas sebenarnya justru menjadi kontribusi utama dari pendidikan untuk menciptakan manusia yang berpihak pada pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Apa pun peran yang akan dimainkan mereka di masa mendatang.

Dengan perubahan pendidikan seperti inilah, setidaknya kita mempunyai harapan agar negara kita tidak mengulangi berbagai kesalahan penanganan lingkungan di masa lalu. Kita pun bisa bermimpi menyaksikan Indonesia yang tetap hijau, bersih, dan sehat.

SUMBER

0 comments:

Post a Comment